POLITIK ADMNISTRASI KEBEBASAN BERORGANISASI BAGI PENGHAYAT KEPERCAYAAN DAN IMPLIKASINYA TERHADAP AKSES SUMBER DAYA SERTA PELAYANAN PUBLIK DI INDONESIA

Penulis

  • Riza Imaduddin Abdali Koalisi Kebebasan Berserikat (KKB)

DOI:

https://doi.org/10.33822/jpds.v3i1.5926

Kata Kunci:

politik administrasi, kebebasan berserikat, kewajiban registrasi, pembatasan akses sumber daya dan pelayanan publik

Abstrak

Studi ini membahas mengenai cara negara dalam memberikan pengakuan terhadap hak berorganisasi penghayat kepercayaan yang berdampak pada pemberian akses sumber daya dan pelayanan publik lainnya. Studi ini menggunakan metode kualitatif dengan studi literatur, pemantauan media, dan dokumen kebijakan sebagai metode dalam pengumpulan data. Paradigma yang digunakan dalam studi ini adalah paradigma advokasi atau partisipatoris yang memiliki agenda aksi demi perubahan kebijakan dan implementasi yang lebih adil guna memajukan perlindungan hak-hak warga negara, termasuk penghayat kepercayaan. Terdapat dua asumsi dasar dari studi ini. Pertama, penerapan sistem pengadministrasian kebebasan berorganisasi yang dilakukan oleh negara telah mengurangi esensi hak berorganisasi itu sendiri. Kedua, penerapan sistem pengadministrasian kebebasan berorganisasi ini juga membatasi penghayat kepercayaan dalam mengakses sumber daya dari negara dan pelayanan publik lainnya, khususnya pencatatan identitas kependudukan dan perkawinan. Temuan kedua adalah kewajiban registrasi bagi penghayat kepercayaan merupakan konfrontasi antara identitas komunitas dengan masyarakat yang masih stigmatik. Terkait hal ini, Indonesia belum memiliki sistem perlindungan dan pemulihan yang layak bagi kelompok rentan sehingga kebijakan registrasi justru menambah kerentanan kelompok-kelompok minoritas, termasuk penghayat kepercayaan. Temuan ketiga adalah negara menggabungkan rezim pendaftaran kelompok penghayat kepercayaan dengan pemberian akses sumber daya dan pelayanan publik, khususnya identitas kependudukan dan perkawinan. Penggabungan kedua elemen ini telah menciptakan pembatasan bagi penghayat kepercayaan. Hal ini pun berpotensi menyingkirkan penghayat kepercayaan dalam proses pembangunan.

Referensi

Cresswell, John W. 2008. Research Design: Quantitative, Qualitative, and Methods Approaches. Third Edition London: Sage Publications

Koalisi Kebebasan Berserikat (KKB). 2017. Laporan Monitoring dan Evaluasi Implementasi Tahun Keempat (2 Juli 2016 – 1 Juli 2017) Undang-Undang Organisasi Kemasyarakatan. Jakarta: KKB

________________________. 2018. Laporan Monitoring dan Evaluasi Implementasi Tahun Kelima (2 Juli 2017 – 1 Juli 2018) Undang-Undang Organisasi Kemasyarakatan. Jakarta: KKB

________________________. 2018. Riset Penyusunan Instrumen Alternatif Surat Keterangan Terdaftar (SKT). Jakarta: KKB

Kiai, Maina. Report of the Special Rapporteur on the Rights to Freedom of Peaceful Assembly and of Association, A/HRC/20/27, 21 Mei 2012.

___________. Report of the Special Rapporteur on the Rights to Freedom of Peaceful Assembly and of Association, A/HRC/26/29, 14 April 2014.

___________ . The Right to Freedom of Association, FOAA Online!, April 2017

___________. UN Human Right Council, Fourth Report of the Special Rapporteur on the Rights to Freedom of Peaceful Assembly and of Association. UN Doc. A/HRC/29/25, 28 April 2015

Nowak, Manfred . U.N. Covenant On Civil And Political Rights, CCPR Commentary, 2nd Revised Edition. 2005. Kehl am Rhein, Germany; Arlington, VA: N.P. Engel Publishers

Ritchie, Jane dan Jane Lewis. 2004. Qualitative Research A Guide for Social Students and Researchers. London: Sage Publication

Voulé, Clément Nyaletsossi. Report of the Special Rapporteur on the Rights to Freedom of Peaceful Assembly and of Association, A/73/279, 7 Agustus 2018.

Wawancara

Hasil Wawancara dengan Engkus Ruswana, Anggota Majelis Luhur Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa Indonesia (MLKI), pada 26 Mei 2019

Hasil Wawancara dengan Dewi Kanti Setianingsih, Penghayat Kepercayaan Sunda Wiwitan, pada 29 Mei 2019

Dokumen

Direktur Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Tradisi Kemendikbud, “Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa” disampaikan pada Diskusi Terpimpin Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan, 6 April 2019

Undang – Undang dan Peraturan Lainnya

Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor 43 Tahun 2009 dan Nomor 41 Tahun 2009 tentang Pedoman Pelayanan Kepada Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa

Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan UU 23/2006 tentang Administrasi Kependudukan

Putusan MK No. 97/PUU-IV/2016 atas perkara pengujian Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan,

Surat Edaran Dirjen Kependudukan dan Catatan Sipil Nomor 471.14/10666/DUKCAPIL tentang Penerbitan Kartu keluarga (KK) bagi Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa tertanggal 25 Juni 2018

Diterbitkan

2022-02-15

Cara Mengutip

Imaduddin Abdali, R. . (2022). POLITIK ADMNISTRASI KEBEBASAN BERORGANISASI BAGI PENGHAYAT KEPERCAYAAN DAN IMPLIKASINYA TERHADAP AKSES SUMBER DAYA SERTA PELAYANAN PUBLIK DI INDONESIA. PARAPOLITIKA: Journal of Politics and Democracy Studies, 3(1), 52–68. https://doi.org/10.33822/jpds.v3i1.5926