FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MORTALITAS PADA PASIEN DENGAN FRAKTUR COSTA: Literature Review

Penulis

  • Anna Tri Wahyuni Universitas Indonesia
  • Masfuri - Masfuri Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
  • Liya - Arista Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia

DOI:

https://doi.org/10.52020/jkwgi.v6i2.4151

Kata Kunci:

Depresi pernafasan, gagal nafas, fraktur iga, angka kematian, angka kesakitan

Abstrak

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MORTALITAS PADA

PASIEN DENGAN FRAKTUR COSTA: Literature  Review

 

Anna Tri Wahyuni1), Masfuri2),  Liya Arista3)

1,2,3 Fakultas Ilmu Keperawatan

 Universitas Indonesia 

 

ABSTRAK

 

Cedera paling umum yang terjadi pada trauma tumpul adalah fraktur costa (patah tulang iga/rusuk) dimana mekanisme cedera berpotensi mengancam jiwa. Pasien fraktur costa yang menunjukkan tingkat keparahan trauma lebih dari 90% melibatkan kepala, perut dan ekstremitas. Nyeri yang dirasakan akibat dari fraktur costa berkontribusi pada gangguan pernafasan, peningkatan resiko pneumonia dan gagal nafas yang meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas. Pedoman penanganan fraktur costa sangat dibutuhkan untuk terjadinya komplikasi.  Studi literature ini bertujuan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi mortalitas pada pasien fraktur costa. Metode penulisan artikel ini menggunakan literature review yang didapat melalui 5 online database yaitu Sage Publishing, Science Direct, SpringerLink, Pub Med dan Google Scholar. Kriteria inklusi jurnal terkait meliputi: free fulltext, berbahasa Indonesia atau Bahasa asing lainnya, metode penelitian prospective, retrospective, case-control, cohort dan terbit antara tahun 2004-2021. Kata kunci yang yang digunakan dalam pencarian adalah “Respiratory depression OR Respiratory failure AND fraktur ribs AND Mortality”. Dari pencarian artikel diperoleh hasil akhir sebanyak 7 artikel yang relevan dan dilakukan proses review. Artikel tersebut menunjukkan hasil bahwa angka mortalitas dipengaruhi oleh faktor usia, skor keparahan cedera, jumlah patah tulang rusuk, dan implementasi penanganan infeksi. Faktor usia, tingkat keparahan cedera dan jumlah tulang rusuk yang patah menentukan tinggi rendahnya angka mortalitas pasien fraktur costa. Penanganan yang tepat dan manajemen nyeri yang sesuai dapat mempengaruhi penurunan angka morbiditas dan mortalitas pasien dengan fraktur costa. Pengembangan intervensi perawatan pasien fraktur costa terkait manajemen nyeri dan kontrol infeksi menjadi penelitian menarik selanjutnya.

Kata kunci : Depresi pernafasan, gagal nafas, fraktur iga, angka kematian, angka kesakitan

ABSTRACT

The most common injury in blunt trauma is a rib fracture, where the mechanism of injury is potentially life-threatening. Patients with rib fracture whose severity of the injury is greater than 90% are associated with damage to the head, abdomen, and extremities. Pain from rib fractures contributes to respiratory failure, increasing the risk of pneumonia and respiratory failure, which increases morbidity and mortality. Recommendations are needed for the treatment of complicated rib fractures. This literature study aims to analyze the factors that influence mortality in rib fracture patients. The method of writing this article uses a literature review sourced from 5 online databases, namely Sage Publishing, Science Direct, SpringerLink, Pub Med, and Google Scholar. The inclusion criteria for related journals included: free full text, in Bahasa  or another foreign language, prospective, retrospective, case-control, cohort study method, and published between 2004 and 2021. Keywords used in the search were: "respiratory depression OR respiratory failure AND rib fractures AND death." From the article search results, we obtained 7 relevant articles which are the final results and a review process is carried out. The article showed that mortality was influenced by age, injury severity score, number of rib fractures, and infection control practices. The mortality rate of patient with rib fracture is determined by Factors such as age, severity of injury, and number of rib fractures. Appropriate care and adequate pain management can help reduce morbidity and mortality in patients with rib fractures. Another interesting research is the development of interventions in the treatment of rib fracture patients related to pain management and infection control.

Key words: respiratory depression; respiratory failure; rib fracture; mortality; morbidity.

 

 

Alamat korespondensi: RSUD Dr.Kanujoso Djatiwibowo Jalan MT.Haryono No 656 Ringroad Balikpapan

Email: annazahra30@gmail.com

 

 

PENDAHULUAN

Fraktur costa adalah cedera pada dada karena trauma tumpul, tajam atau kondisi patologis angka morbiditas dan mortilitas. Berdasarkan Western Trauma Association (WTA) sekitar 10% kematian pada orang dewasa muda disebabkan oleh cedera patah tulang rusuk yang melibatkan kepala, perut dan ekstremitas. Sebaliknya, pasien lanjut usia dengan patah tulang rusuk memiliki setidaknya 20% kematian yang secara langsung menyebabkan gagal napas progresif dan pneumonia (Brasel et al., 2017). Risiko pneumonia meningkat sebesar 27%, dan kematian meningkat sebesar 19% untuk setiap fraktur costa lebih dari 2 pada kelompok lanjut usia (Wanek & Mayberry, 2004).  

Pasien dengan trauma dada atau fraktur costa harusnya dilakukan pemantauan ketat sejak masuk rumah sakit, 24 jam pertama merupakan identifikasi awal adanya komplikasi yang menyebabkan depresi pernafasan. Menurut penelitian Coary, et.al (2020) fraktur costa adalah cedera paling serius pada 55% pasien berusia di atas 60 tahun yang menyebabkan kematian karena 90% dari patah tulang rusuk menunjukkan cedera tambahan pada pemeriksaan sistemik. Trauma langsung dan hipoventilasi yang diinduksi nyeri menyebabkan komplikasi pernafasan sehingga menjadi beban morbiditas dan mortalitas. Komplikasi yang sering terjadi adalah pneumotoraks diikuti hemothoraks, kontusio paru dan flail chest.

Nyeri adalah suatu pengalaman sensorik yang multidimensional dengan fenomena yang berbeda dalam intensitas (ringan,sedang, berat), kualitas (tumpul, seperti terbakar, tajam), durasi (transien, intermiten,persisten), dan penyebaran (superfisial atau dalam, terlokalisir atau difus) (Bahrudin, 2018). Induksi nyeri pada pasien dengan fraktur costa menyebabkan pasien kesulitan bernafas dimana keparahan memar paru yang mendasarinya signifikan dengan terjadinya hipoksemia atau gangguan pernafasan. Hal ini menyebabkan pasien cenderung membatasi pergerakan dan menjadi tirah baring lama. Kondisi tirah baring lama menyebabkan tubuh mengalami penurunan berbagai fungsi secara sistematis, yang disebut dengan sindroma dekondisi dan rentan terjadinya infeksi (Hashem, Nelliot, & Needham, 2016; Hunter, Johnson, & Coustasse, 2014; Phelan, Lin, Mitchell, & Chaboyer, 2018 dalam Ananta & Fitri, 2020).

Fraktur costa atau patah tulang rusuk secara klinis penting disebabkan tiga hal yaitu: sebagai penanda penyakit serius cedera intrathoraks dan perut, sebagai sumber rasa sakit yang signifikan, dan sebagai prediktor untuk kerusakan paru, terutama pada pasien usia lanjut. Organ perut yang paling sering terluka adalah hati dan limpa. Pasien dengan patah tulang rusuk kanan, memiliki 19% hingga 56% kemungkinan cedera hati, sedangkan patah tulang sisi kiri memiliki 22% hingga 28% kemungkinan cedera limpa (Wanek & Mayberry, 2004).  

Kematian pada orang dewasa dan lansia cenderung terjadi kemudian (≥72 jam setelah masuk) dan biasanya sebagai akibat dari kegagalan multi-organ yang dipicu oleh insufisiensi pernapasan dan pneumonia sehingga tingkat kematian secara keseluruhan, tanpa memandang usia, diperkirakan antara 10 dan 12% (Wanek & Mayberry, 2004). Tingkat mortalitas untuk pasien trauma usia lanjut yang mengalami patah tulang rusuk lebih besar daripada mereka yang tidak mengalami cedera toraks (Coary, et.al, 2020). Penelitian yang dilakukan Marini, et.al, (2021) menyatakan indikator penyebab kematian pada pasien fraktur costa dengan atau tanpa trauma kepala dan cedera organ adalah usia, jenis kelamin, ISS (Injury Severe Score), dan GCS (Glasglow Coma Scale).

Berdasarkan uraian diatas maka peneliti ingin menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi angka morbiditas dan mortalitas pada pasien dengan fraktur costa untuk meningkatkan pemahaman tentang penanganan fraktur costa serta mengidentifikasi dari beberapa artikel terkini dalam mengurangi mortalitas.

 

METODE PENELITIAN

Metode penulisan artikel ini menggunakan literature review yaitu studi yang berfokus pada hasil penulisan yang berkaitan dengan topik, tema atau variabel penulisan.dan dipakai untuk menghimpun data atau sebuah sintesa sumber-sumber yang  berhubungan dengan topik  penelitian (Nursalam,  2017). Didapatkan   5 database yang dilakukan melalui pencarian elektronik dari yaitu Sage Publishing, Science Direct, SpringerLink, Pub Med dan Google Scholar. Kriteria inklusi telaah jurnal ini adalah free fulltext, berbahasa Indonesia atau bahasa asing lainnya, dengan metode penelitian prospective, retrospective, case-control, cohort dan terbit tahun 2004-2021. Kata kunci yang yang digunakan dalam pencarian adalah “Respiratory depression OR Respiratory failure AND fraktur ribs AND Mortality”.

 

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil studi literature terdapat banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya depresi pernafasan pada pasien fraktur costa yang dapat menyebabkan kematian. Terdapat 17.500 artikel yang muncul setelah dilakukan telusur berdasarkan kata kunci dalam google scholar, 10.000 artikel tidak masuk  kriteria inklusi, 350 artikel duplikat dengan database yang lain. Kemudian sisanya disaring kembali berdasarkan hasil abstrak, metode dan hasil temuan sesuai topik peneliti yang diinginkan dan diperoleh 7 artikel yang relevan dan tersedia dalam bentuk fulltext

Beberapa penelitian terkait pencegahan depresi pernafasan pada fraktur costa berfokus pada manajemen nyeri baik secara farmakologis maupun non farmakologis. Penanganan dan pemantauan yang ketat dapat mengurangi komplikasi yang menyebabkan terjadinya depresi pernafasan. Berikut faktor-faktor yang mempengaruhi angka morbiditas dan mortalitas pada fraktur costa menurut Coary, et.al (2020) yaitu: (1) Usia, pasien berusia > 65 tahun memiliki kematian 2-5 kali lebih tinggi dibandingkan usia dibawahnya pada kondisi fraktur costa lebih dari dua. Pasien dengan komorbid sering menjadi faktor penyulit ditambah dengan kondisi paru-paru yang buruk (misal: perokok). Faktor pemulihan menjadi terhambat disebabkan osteoporosis, sistem pernafasan yang buruk, gangguan pertukaran gas dan tergambar dari lama rawat inap. (2) Jumlah patah tulang, dari beberapa penelitian meta-analisis diperoleh hasil jumlah absolut fraktur tulang rusuk yang berjumlah >2 maka dua kali lebih mungkin meninggal dunia dibandingkan pasien dengan 1-2 patah tulang rusuk. (3) Posisi anatomi patah tulang, Fraktur costa bilateral memiliki resiko kematian lebih tinggi dimana segmen flail chest menghasilkan gerak paradox yang menyebabkan pergerakan dinding dada mengarah kedalam saat inspirasi sedangkan tulang rusuk yang sehat bergerak keluar sehingga ventilasi tidak adekuat dan terjadi depresi pernafasan dan kematian. 

Berbeda dengan penelitian yang dilakukan Brasel et al., (2006) faktor yang paling mempengaruhi kematian adalah faktor usia ditandai dengan Injury Severity Score (ISS) jika dikaitkan dengan peningkatan terjadinya pneumonia. Analisis yang menyatakan komorbiditas mempengaruhi kematian hal ini disertai dengan faktor usia bukan karena faktor komorbiditas murni. Komorbiditas yang biasanya menyertai fraktur costa menurut penelitian adalah komorbiditas yang spesifik seperti gagal jantung kongestif, aritmia, gagal ginjal, penyakit hati, kanker metastatik dan  penyakit neurologis.

Pada penelitian Bulger et al dalam Wanek & Mayberry, (2004), membandingkan pasien yang berusia minimal 65 tahun keatas dengan usia 18-64 tahun dengan metode cohort pada kasus fraktur costa pada kelompok >65 tahun memiliki dua kali mortalitas dan morbiditas yang tinggi. Risiko pneumonia meningkat sebesar 27%, dan kematian meningkat sebesar 19% untuk setiap fraktur tulang rusuk tambahan pada kelompok lanjut usia.

Nyeri adalah keluhan yang paling dirasakan oleh pasien dengan fraktur costa. Oleh sebab itu penanganan manajemen nyeri untuk mengontrol nyeri terus-menerus dan mencegah depresi pernafasan harus diberikan terapi yang agresif dengan pendekatan multimodalitas. Penelitian yang dilakukan oleh Peek, et.al, (2019) dengan membandingkan pemberian analgesik dengan 4 metode yaitu analgesia epidural, analgesia intravena, blok paravertebral dan blok intercostal, diperoleh hasil berdasarkan systematic review  dan meta-analysis analgesia epidural signifikan mengurangi rasa sakit dibandingkan intervensi yang lain. Intervensi keperawatan sendiri menekankan pada terapi non farmakologis untuk kontrol nyeri pada pasien fraktur. Terapi nonfarmakologis dengan guided imagery dapat mengurangi intensitas dan skala nyeri pada pasien fraktur. Guided imagery mempengaruhi hampir semua fisiologis sistem kontrol tubuh yaitu pernapasan, denyut jantung, tekanan darah, tingkat metabolisme dalam sel, mobilitas dan sekresi gastrointestinal, fungsi seksual, dan bahkan respon imun (Rossman, 2000). Intervensi ini juga dapat mempercepat penyembuhan pasien dan mengurangi hari rawat inap (Forward et.al, 2015)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Gambar 1. Algorithma fraktur costa (Brasel K.J, et.al, 2016).

Western Trauma Association (WTA) menyatakan algorithma penanganan fraktur costa sebagai suatu observasi atau pemantauan ketat pada fraktur costa lebih dari 2 patah tulang (Brasel et.al, 2017). Berdasarkan algoritma diatas maka pasien dengan patah tulang rusuk >2 dengan usia lebih dari 65 tahun jika pada observasi kurang dari 24 jam menunjukkan peningkatan pada depresi pernafasan maka segera pindahkan ke ICU dan pertimbangkan penggunaan ventilator dan operasi rib fixaxion. Penggunaan terapi analgesia epidural digunakan untuk kontrol nyeri dilanjutkan batuk  efektif, tehnik relaksasi nafas dalam dan mobilisasi dini (Brasel et.al, 2017). Analisis terkait studi literatur untuk memperkuat hasil analisis terdapat pada masing-masing artikel dibawah ini.

 

Tabel 1. Artikel terkait faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya depresi pernafasan pada pasien dengan fraktur costa.

Study citation

Metode penelitian

Desain

Penelitian

Sampel dan Jumlah sampel

Hasil temuan

A multidisciplinary clinical pathway decreases rib fracture–associated infectious morbidity and mortality in high-risk trauma patients

Todd,et.al,(2006)

prospective cohort study

 

Non eksperimental

150 pasien dari Februari 2002-Oktober 2004 dengan > 45 tahun dan

>4 patah tulang rusuk.

Diperoleh hasil usia, skor keparahan cedera, dan jumlah patah tulang rusuk, jalur klinis menurunkan mekanisme hari tergantung ventilator, lama rawat inap, morbiditas infeksi, dan mortalitas dengan (interval kepercayaan 95% [CI] P<0.01).

Predicting outcome of patients with chest wall injury

Pressley, et.al, (2012)

retrospectively reviewed

Non eksperimental

649 pasien (Juni 2008 hingga Februari 2010) termasuk usia, jumlah patah tulang, cedera bilateral, adanya kontusio paru, klasifikasi memar, LOS, masuk ICU, ventilasi mekanik

Sebuah sistem penilaian sederhana memprediksi kemungkinan bahwa pasien akan memerlukan ventilasi mekanik dan perawatan yang berkepanjangan. Skor 7 atau 8 memprediksi peningkatan risiko kematian, penerimaan

ke ICU, dan intubasi. Skor 5 memprediksi lama tinggal yang lebih lama dan periode ventilasi yang lebih lama.

 

Factors Affecting Pneumonia Occurring to Patients with Multiple Rib Fractures

Byun & Kim., (2013).

retrospectively reviewed

Non eksperimental

Data rekam medis 327 pasien laki-laki rata-rata usia 53 tahun dengan fraktur costa akibat kecelakaan dari Januari 2002- Desember 2008.

Faktor yang mempengaruhi pneumonia pada pasien dengan fraktur tulang rusuk multipel dalam analisis multivariat termasuk usia (p=0,004), ISS (p<0,001), dan skor tulang rusuk

(p=0,038). Penggunaan antibiotik tidak berhubungan dengan kejadian pneumonia (p=0,28).

Determinants of Mortality in Chest Trauma Patients

Ekpe & Eyo, (2014)

Retrospective and prospective

 

Non eksperimental

149 pasien dengan trauma thoraks 121 laki-laki, 28 perempuan dari Januari 2007-Desember 2011

Variabel bebas, umur, jenis kelamin dan jenis cedera dada tidak terbukti berkorelasi dengan mortalitas dengan nilai P >0,05. Namun adanya cedera organ ekstra toraks terkait, skor MEWS saat masuk tinggi> 9, cedera pada interval presentasi lebih dari 24 jam, dan cedera dada yang parah ditandai dengan keterlibatan dada bilateral yang berkorelasi positif dengan mortalitas dengan nilai P <0,05.

The number of displaced rib fractures is more predictive for complications in chest trauma patients

Chien et.al, (2017)

retrospectively reviewed

Non eksperimental

Januari 2013 -Mei 2015 diperoleh data di rumah sakit dengan total pasien 3151. Pasien yang dirawat dengan trauma dada dan patah tulang rusuk, termasuk cedera otak, limpa, panggul atau hati

Jumlah patah tulang rusuk yang bergeser bisa menjadi prediktor kuat untuk berkembangnya penyakit paru-paru komplikasi. Untuk pasien dengan kurang dari tiga patah tulang rusuk tanpa perpindahan tulang rusuk dan paru-paru awal atau cedera organ lainnya, manajemen rawat jalan bisa aman dan efisien.

Is the number of rib fractures a risk factor for delayed complications?

Flores-Funes, et.al, (2020)

Retrospective case–control study

Non eksperimental

Pasien yang dirawat dengan diagnosis patah tulang rusuk antara 2010 dan 2014, diperoleh 141 pasien.

Tidak ada perbedaan dalam karakteristik dasar pasien (usia, jenis kelamin dan Indeks Komorbiditas Charlson) antara kedua kelompok. Perbedaan ditemukan pada jumlah fraktur pada kelompok tanpa komplikasi p>0,05 (tidak signifikan) pada kelompok dengan komplikasi, (p=0,05) dan pada penurunan kadar hemoglobin  (p=0,01). Hari rawat inap bervariasi pada setiap kelompok tetapi tanpa signifikansi statistik (p=0,11). Kesimpulan: Jumlah fraktur iga yang paling baik memprediksi munculnya komplikasi (delayed pleuro-pulmonary) dan perdarahan yang lebih besar) adalah patah tulang rusuk 3 atau lebih

Predictors of mortality in patients with rib fractures

Marini, et.al, (2021)

 

Retrospective review

 

Non eksperimental

1188 pasien patah tulang rusuk dan cedera tambahan yang dirawat selama Januari 2013-Desember 2014; 800 laki-laki dan 388 perempuan

 

Usia, GCS, jenis kelamin laki-laki, dan Injury Severity Score (ISS) tetapi tidak jumlah patah tulang rusuk dan/atau Pulmonary contusion merupakan prediksi kematian. Peningkatan mortalitas pada pasien patah tulang rusuk dimulai pada usia 65-80 tahun tanpa peningkatan lebih lanjut. Jumlah patah tulang rusuk bukan faktor independen peningkatan mortalitas terlepas dari usia. Severe traumatic brain injury adalah penyebab kematian paling umum pada pasien usia 16-65 tahun, dibandingkan dengan komplikasi pernapasan pada pasien berusia 80 tahun atau lebih.

 

Banyak penelitian yang telah dilakukan untuk menentukan faktor prediktor kematian pada pasien fraktur costa. Dari 7 artikel di atas terdapat berbagai bukti yang mempengaruhi kematian akibat fraktur costa dengan metode penelitian yang berbeda.

Penelitian Chien, et.al, (2017) dan Flores-Funes, et.al, (2020) menunjukkan hasil yang hampir sama dimana jumlah fraktur costa yang >2 akan meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas dikarenakan faktor komplikasi pada paru. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan Marini, et.al, (2021) yang menyatakan jumlah dari fraktur costa tidak memprediksi peningkatan mortalitas terlepas dari usia. Menurut peneliti faktor usia menjadi prediktor utama dalam menentukan angka mortalitas pada pasien dengan fraktur costa, dimana peningkatan mortalitas pada pasien patah tulang rusuk dimulai pada usia 65-80 tahun ke atas.

Penelitian yang dilakukan Todd et.al,(2006) menghasilkan hipotesa bahwa usia, skor keparahan cedera, dan jumlah patah tulang rusuk, dan implementasi jalur klinis signifikan dengan penurunan lama perawatan di unit perawatan intensif, lama rawat inap di rumah sakit, infeksi pneumonia, dan mortalitas. Maka semakin lanjut usia, tingkat keparahan yang tinggi dan jumlah patah tulang rusuk bilateral atau >2 dapat meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas pasien dengan fraktur costa.

Penelitian Pressley et.al, (2012) dilakukan dengan melakukan analisis dengan menggunakan trauma dada scoring system dimana skor >7 memprediksi peningkatan risiko kematian, penerimaan ke ICU, dan intubasi. Penilaian scoring system ini dapat digunakan untuk memprediksi kemungkinan pasien akan memerlukan ventilasi mekanik dan perawatan yang berkepanjangan sehingga dapat memperparah penyakit, menimbulkan infeksi oportunistik dan menyebabkan resiko mortalitas.

Penelitian Ekpe & Eyo, (2014) menggunakan system MEWS (modified early warning signs) untuk menganalis faktor prognosis pada pasien dengan trauma dada. Sebagai variabel bebas, umur, jenis kelamin dan jenis cedera dada tidak terbukti berkorelasi dengan mortalitas dengan nilai P >0,05. Namun adanya cedera organ ekstra toraks terkait, skor MEWS saat masuk tinggi> 9, dimana  interval presentasi lebih dari 24 jam dengan cedera dada yang parah ditandai dengan keterlibatan dada bilateral, berkorelasi positif pada mortalitas. Berbeda dengan penelitian sebelumnya Byun & Kim., (2013) dimana faktor umur berpengaruh pada terjadinya infeksi pneumonia dan meningkatkan angka mortilitas dengan atau tanpa diikuti tingkat keparahan pada trauma dada.

Berdasarkan analisis diatas terdapat persamaan hasil penelitian dimana rata-rata metode penelitian yang dilakukan dengan menggunakan retrospective review non eksperimental. Peneliti mengamati data rekam medis dari beberapa rentang waktu dengan kriteria inklusi menderita patah tulang rusuk lebih dari dua. Namun, terdapat kriteria yang berbeda-beda pula dimana peneliti memasukkan trauma tambahan seperti brain injury dan cedera pada organ yang lain. Jumlah sampel antara penelitian satu dengan yang lain juga berbeda dari ratusan hingga ribuan data yang dianalisis. Hal ini menyebabkan hasil penelitian yang diperoleh sedikit berbeda antara satu dengan yang lain.

Manajemen fraktur costa berfokus pada manajemen nyeri yang adekuat, batuk efektif, relaksasi nafas dalam dan mobilisasi dini (Brasel et al., 2017). Berdasarkan beberapa penelitian manajemen nyeri pada pasien orthopedic terutama pasca operasi adalah dengan guided imagery. The American Holistic Nurses Association menyatakan guided imagery adalah modalitas holistik yang membantu klien dalam menghubungkan pengetahuan batin mereka pada pemikiran, perasaan, dan tingkat penginderaan, mempromosikan penyembuhan bawaan mereka dengan kemampuan bersama-sama memandu klien mengatasi  stres; resolusi konflik; masalah pemberdayaan diri; dan persiapan medis-bedah (Integrative & Review, 2016). Oleh sebab itu, guided imagery tepat jika digunakan pada managemen nyeri non farmakologis yang diterapkan dalam intervensi keperawatan.

Dalam teori keperawatan Jean Watson tentang Transpersonal Caring mendefinisikan hubungan manusia yang bersifat caring, bersatu dengan orang lain dengan menghargai klien seutuhnya termasuk keberadaannya di dunia (Alligood, 2014). Watson menyatakan kepedulian transpersonal caring adalah dasar dari teori kepedulian manusia dimana fokus dari kepedulian transpersonal adalah pada peduli, penyembuhan, dan keutuhan, bukan pada penyakit, sakit dan patologi yang mencakup 10 faktor karatif dalam konsep utamanya (Integrative & Review, 2016). Sesuai dengan teori Watson, Guided Imagery (GI) menggabungkan kedua sains (melalui praktik berbasis bukti) dan seni (melalui aplikasi untuk berlatih) untuk mengobati rasa sakit pasien menggunakan imaginasi terbimbing dan teknik relaksasi nafas dalam. Kombinasi dengan terapi obat, GI menyediakan rezim pengobatan holistik untuk manajemen nyeri untuk menenangkan pikiran dan merilekskan tubuh mereka, memberikan kesempatan bagi klien untuk menciptakan lingkungan penyembuhan internalnya sendiri (Integrative & Review, 2016).

Intervensi keperawatan untuk batuk efektif dan mobilisasi dini termasuk poin penting dalam manajemen perawatan pasien fraktur costa. Batuk efektif adalah suatu metode batuk dengan benar dan pasien dapat mengeluarkan dahak secara maksimal untuk mengeluarkan sekret dari saluran pernapasan bawah (Potter dan Perry, 2006). Mobilisasi sendiri dapat menghasilkan outcome yang baik bagi pasien seperti meningkatkan pertukaran gas, mengurangi angka Ventilator Associated Pneumoia (VAP), mengurangi durasi penggunaan ventilator, dan meningkatkan kemampuan fungsional jangka panjang (Green, Marzano, Leditschke, Mitchell, & Bissett, 2016 dalam Ananta & Fitri, 2020). Oleh sebab itu, kedua intervensi ini perlu diteliti lebih lanjut guna mengembangkan riset terkait manajemen pasien fraktur costa.

 

SIMPULAN

Pasien dengan usia lanjut dengan patah tulang rusuk atau fraktur costa biasanya menunjukkan tingkat kelemahan, multi-morbiditas, dan kompleksitas medis yang tinggi (Coary, et.al, 2020). Hal ini tentu menjadi penghambat dalam faktor penyembuhan tulang dan dapat meningkatkan angka mortalitas. Pemaparan hasil analisis menggambarkan faktor usia, cedera tulang rusuk atau costa bilateral lebih dari 2, terjadinya komplikasi dan cedera pada organ lain menyebabkan pasien harus dirawat di ruang ICU lebih lama karena resiko infeksi dan komplikasi yang dapat meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas.

Terlepas dari faktor usia, tingkat keparahan cedera dan jumlah tulang rusuk yang patah menentukan haluaran pasien yang lebih baik. Penanganan fraktur costa yang tepat yang berfokus pada kontrol kerusakan, manajemen nyeri, fiksasi seleksi, dan kualitas hidup mempengaruhi penurunan angka morbiditas dan mortalitas pasien dengan fraktur costa. Kedudukan dan peran perawat spesialis dalam tugas mengatur asuhan klien dengan kompleksitas tinggi menjadi sangat penting (Masfuri, et.all, 2019)

 

SARAN

            Penelitian klinis terkait implementasi keperawatan berbasis kasus masih jarang dilakukan. Implementasi keperawatan pada pasien dengan fraktur costa terkait manajemen nyeri dan kontrol infeksi menjadi penelitian yang menarik untuk dilakukan karena hal ini menjadi indikator faktor yang mempengaruhi angka mortalitas pasien dengan fraktur costa.

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Alligood Raile Martha,2014, Nursing Theorits and their Work, 8th edition, by Mosby, an imprint of Elsevier Inc

Ananta Tanujiarso, B., & Fitri Ayu Lestari, D. (2020). Mobilisasi Dini Pada Pasien Kritis Di Intensive Care Unit (Icu): Case Study. Jurnal Keperawatan Widya Gantari Indonesia, 4(1), 59–66.

Bahrudin, M. (2018). Patofisiologi Nyeri (Pain). Saintika Medika, 13(1), 7. https://doi.org/10.22219/sm.v13i1.5449

Brasel, K. J., Guse, C. E., Layde, P., & Weigelt, J. A. (2006). Rib fractures: Relationship with pneumonia and mortality. Critical Care Medicine, 34(6), 1642–1646. https://doi.org/10.1097/01.CCM.0000217926.40975.4B

Brasel, K. J., Moore, E. E., Albrecht, R. A., De Moya, M., Schreiber, M., Karmy-Jones, R., Rowell, S., Namias, N., Cohen, M., Shatz, D. V., & Biffl, W. L. (2017). Western trauma association critical decisions in trauma: Management of rib fractures. Journal of Trauma and Acute Care Surgery, 82(1), 200–203. https://doi.org/10.1097/TA.0000000000001301

Byun, J. H., & Kim, H. Y. (2013). Factors affecting pneumonia occurring to patients with multiple rib fractures. Korean Journal of Thoracic and Cardiovascular Surgery, 46(2), 130–134. https://doi.org/10.5090/kjtcs.2013.46.2.130

Chien, C. Y., Chen, Y. H., Han, S. T., Blaney, G. N., Huang, T. S., & Chen, K. F. (2017). The number of displaced rib fractures is more predictive for complications in chest trauma patients. Scandinavian Journal of Trauma, Resuscitation and Emergency Medicine, 25(1), 19. https://doi.org/10.1186/s13049-017-0368-y

Coary, R., Skerritt, C., Carey, A., Rudd, S., & Shipway, D. (2020). New horizons in rib fracture management in the older adult. Age and Ageing, 49(2), 161–167. https://doi.org/10.1093/ageing/afz157

Ekpe, E. E., & Eyo, C. (2014). Determinants of mortality in chest trauma patients. Nigerian Journal of Surgery : Official Publication of the Nigerian Surgical Research Society, 20(1), 30–304. https://doi.org/10.4103/1117-6806.127107

Forward, J. B., Greuter, N. E., Crisall, S. J., & Lester, H. F. (2015). Effect of Structured Touch and Guided Imagery for Pain and Anxiety in Elective Joint Replacement Patients--A Randomized Controlled Trial: M-TIJRP. The Permanente Journal, 19(4), 18–28. https://doi.org/10.7812/TPP/14-236

Flores-Funes, D., Lluna-Llorens, A. D., Jiménez-Ballester, M. Á., Valero-Navarro, G., Carrillo-Alcaráz, A., Campillo-Soto, Á., & Aguayo-Albasini, J. L. (2020). Is the number of rib fractures a risk factor for delayed complications? A case–control study. European Journal of Trauma and Emergency Surgery, 46(2), 435–440. https://doi.org/10.1007/s00068-018-1012-x

Integrative, A., & Review, L. (2016). jhn. 1–10.

Marini, C. P., Petrone, P., Soto-Sánchez, A., García-Santos, E., Stoller, C., & Verde, J. (2021). Predictors of mortality in patients with rib fractures. European Journal of Trauma and Emergency Surgery, 47(5), 1527–1534. https://doi.org/10.1007/s00068-019-01183-5

Masfuri Masfuri, Agung Waluyo, Yati Afiyanti, Achir Yani S. Hamid (2019) Educational background and clinical nursing tasks performed by nurses in Indonesian hospitals. Enfermería Clínica. 29 (2), 418-423. https://doi.org/10.1016/j.enfcli.2019.04.061.

Nursalam. (2017). Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan: Pendekatan Praktis. (P. P. Lestari, Ed.) (4th ed.). Jakarta: Salemba Medika.

Peek, J., Smeeing, D. P. J., Hietbrink, F., Houwert, R. M., Marsman, M., & de Jong, M. B. (2019). Comparison of analgesic interventions for traumatic rib fractures: a systematic review and meta-analysis. European Journal of Trauma and Emergency Surgery, 45(4), 597–622. https://doi.org/10.1007/s00068-018-0918-7

Potter&Perry. (2006). Buku ajar Fundamental Keperawatan Konsep, Proses, dan Praktik. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran, EGC.

Pressley, C. M., Fry, W. R., Philp, A. S., Berry, S. D., & Smith, R. S. (2012). Predicting outcome of patients with chest wall injury. American Journal of Surgery, 204(6), 910–914. https://doi.org/10.1016/j.amjsurg.2012.05.015

Rossman, M. L. (2000). G uided I magery and I nteractive G uided I magery. M. L. Guided Imagery for Self Healing: An Essential for Anyone Seeking Wellness, 930.

Simon, B. J., Cushman, J., Barraco, R., Lane, V., Luchette, F. A., Miglietta, M., Roccaforte, D. J., & Spector, R. (2005). Pain management guidelines for blunt thoracic trauma. Journal of Trauma - Injury, Infection and Critical Care, 59(5), 1256–1267. https://doi.org/10.1097/01.ta.0000178063.77946.f5

Todd, S. R., McNally, M. M., Holcomb, J. B., Kozar, R. A., Kao, L. S., Gonzalez, E. A., Cocanour, C. S., Vercruysse, G. A., Lygas, M. H., Brasseaux, B. K., & Moore, F. A. (2006). A multidisciplinary clinical pathway decreases rib fracture-associated infectious morbidity and mortality in high-risk trauma patients. American Journal of Surgery, 192(6), 806–811. https://doi.org/10.1016/j.amjsurg.2006.08.048

Wanek, S., & Mayberry, J. C. (2004). Blunt thoracic trauma: Flail chest, pulmonary contusion, and blast injury. Critical Care Clinics, 20(1), 71–81. https://doi.org/10.1016/S0749-0704(03)00098-8

 

Biografi Penulis

Anna Tri Wahyuni, Universitas Indonesia

Program Magister Keperawatan Fakultas ilmu keperawatan

Masfuri - Masfuri, Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia

Dr. Masfuri, SKp, M.N

Liya - Arista, Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia

Ns. Liya Arista, S.Kep, M.Kep, Sp.Kep.MB

Referensi

Alligood Raile Martha,2014, Nursing Theorits and their Work, 8th

edition, by Mosby, an imprint of Elsevier Inc

Ananta Tanujiarso, B., & Fitri Ayu Lestari, D. (2020). Mobilisasi Dini

Pada Pasien Kritis Di Intensive Care Unit (Icu): Case Study.

Jurnal Keperawatan Widya Gantari Indonesia, 4(1), 59–66.

Bahrudin, M. (2018). Patofisiologi Nyeri (Pain). Saintika Medika,

(1), 7. https://doi.org/10.22219/sm.v13i1.5449

Brasel, K. J., Guse, C. E., Layde, P., & Weigelt, J. A. (2006). Rib

fractures: Relationship with pneumonia and mortality. Critical

Care Medicine, 34(6), 1642–1646.

https://doi.org/10.1097/01.CCM.0000217926.40975.4B

Brasel, K. J., Moore, E. E., Albrecht, R. A., De Moya, M., Schreiber, M.,

Karmy-Jones, R., Rowell, S., Namias, N., Cohen, M., Shatz, D.

V., & Biffl, W. L. (2017). Western trauma association critical

decisions in trauma: Management of rib fractures. Journal of

Trauma and Acute Care Surgery, 82(1), 200–203.

https://doi.org/10.1097/TA.0000000000001301

Byun, J. H., & Kim, H. Y. (2013). Factors affecting pneumonia

occurring to patients with multiple rib fractures. Korean Journal

of Thoracic and Cardiovascular Surgery, 46(2), 130–134.

https://doi.org/10.5090/kjtcs.2013.46.2.130

Chien, C. Y., Chen, Y. H., Han, S. T., Blaney, G. N., Huang, T. S., &

Chen, K. F. (2017). The number of displaced rib fractures is

more predictive for complications in chest trauma patients.

Scandinavian Journal of Trauma, Resuscitation and Emergency

Medicine, 25(1), 19. https://doi.org/10.1186/s13049-017-0368-

y

Coary, R., Skerritt, C., Carey, A., Rudd, S., & Shipway, D. (2020). New

horizons in rib fracture management in the older adult. Age and

Ageing, 49(2), 161–167. https://doi.org/10.1093/ageing/afz157

Ekpe, E. E., & Eyo, C. (2014). Determinants of mortality in chest

trauma patients. Nigerian Journal of Surgery : Official Publication

of the Nigerian Surgical Research Society, 20(1), 30–304.

https://doi.org/10.4103/1117-6806.127107

Forward, J. B., Greuter, N. E., Crisall, S. J., & Lester, H. F. (2015).

Effect of Structured Touch and Guided Imagery for Pain and

Anxiety in Elective Joint Replacement Patients--A Randomized

Controlled Trial: M-TIJRP. The Permanente Journal, 19(4), 18–28.

https://doi.org/10.7812/TPP/14-236

Flores-Funes, D., Lluna-Llorens, A. D., Jiménez-Ballester, M. Á., V

alero-Navarro, G., Carrillo-Alcaráz, A., Campillo-Soto, Á., &

Aguayo-Albasini, J. L. (2020). Is the number of rib fractures a r

isk factor for delayed complications? A case–control study.

European Journal of Trauma and Emergency Surgery, 46(2),

–440. https://doi.org/10.1007/s00068-018-1012-x

Integrative, A., & Review, L. (2016). jhn. 1–10.

Marini, C. P., Petrone, P., Soto-Sánchez, A., García-Santos, E., Stoller,

C., & Verde, J. (2021). Predictors of mortality in patients with rib

fractures. European Journal of Trauma and Emergency Surgery,

(5), 1527–1534. https://doi.org/10.1007/s00068-019-01183-

Masfuri Masfuri, Agung Waluyo, Yati Afiyanti, Achir Yani S. Hamid

(2019) Educational background and clinical nursing tasks

performed by nurses in Indonesian hospitals. Enfermería Clínica.

(2), 418-423. https://doi.org/10.1016/j.enfcli.2019.04.061.

Nursalam. (2017). Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan:

Pendekatan Praktis. (P. P. Lestari, Ed.) (4th ed.). Jakarta:

Salemba Medika.

Peek, J., Smeeing, D. P. J., Hietbrink, F., Houwert, R. M., Marsman, M.,

& de Jong, M. B. (2019). Comparison of analgesic interventions

for traumatic rib fractures: a systematic review and meta-

analysis. European Journal of Trauma and Emergency Surgery,

(4), 597–622. https://doi.org/10.1007/s00068-018-0918-7

Potter&Perry. (2006). Buku ajar Fundamental Keperawatan Konsep,

Proses, dan Praktik. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran, EGC.

Pressley, C. M., Fry, W. R., Philp, A. S., Berry, S. D., & Smith, R. S.

(2012). Predicting outcome of patients with chest wall injury.

American Journal of Surgery, 204(6), 910–914.

https://doi.org/10.1016/j.amjsurg.2012.05.015

Rossman, M. L. (2000). G uided I magery and I nteractive G uided I

magery. M. L. Guided Imagery for Self Healing: An Essential for

Anyone Seeking Wellness, 930.

Simon, B. J., Cushman, J., Barraco, R., Lane, V., Luchette, F. A.,

Miglietta, M., Roccaforte, D. J., & Spector, R. (2005). Pain

management guidelines for blunt thoracic trauma. Journal of

Trauma - Injury, Infection and Critical Care, 59(5), 1256–1267.

https://doi.org/10.1097/01.ta.0000178063.77946.f5

Todd, S. R., McNally, M. M., Holcomb, J. B., Kozar, R. A., Kao, L. S.,

Gonzalez, E. A., Cocanour, C. S., Vercruysse, G. A., Lygas, M. H.,

Brasseaux, B. K., & Moore, F. A. (2006). A multidisciplinary

clinical pathway decreases rib fracture-associated infectious

morbidity and mortality in high-risk trauma patients. American

Journal of Surgery, 192(6), 806–811.

https://doi.org/10.1016/j.amjsurg.2006.08.048

Wanek, S., & Mayberry, J. C. (2004). Blunt thoracic trauma: Flail

chest, pulmonary contusion, and blast injury. Critical Care

Clinics, 20(1), 71–81. https://doi.org/10.1016/S0749-

(03)00098-8

Unduhan

Diterbitkan

2022-07-20

Terbitan

Bagian

Articles